Jasa
konstruksi mempunyai peranan penting dan strategis dalam pencapaian
berbagai sasaran guna menunjang terwujudnya tujuan pembangunan nasional,
di mana pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan masyarakat adil
dan makmur yang merata material dan spiritual berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945. Untuk itu, dirasakan perlu pengaturan secara
rinci dan jelas mengenai jasa konstruksi, yang kemudian dituangkan dalam
di dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi (UU Jasa Konstruksi).
Jasa Konstruksi Secara Umum
Jasa Konstruksi adalah layanan jasa
konsultasi perencanaan pekerjaan konstruksi, layanan jasa pelaksanaan
pekerjaan konstruksi, dan layanan jasa konsultasi pengawasan pekerjaan
konstruksi. Para pihak dalam suatu pekerjaan konstruksi terdiri dari
pengguna jasa dan penyedia jasa. Pengguna jasa dan penyedia jasa dapat
merupakan orang perseorangan atau badan usaha baik yang berbentuk badan
hukum maupun yang bukan berbentuk badan hukum. Penyedia jasa konstruksi
yang merupakan perseorangan hanya dapat melaksanakan pekerjaan
konstruksi yang berisiko kecil, yang berteknologi sederhana, dan yang
berbiaya kecil. Sedangkan pekerjaan konstruksi yang berisiko besar
dan/atau yang berteknologi tinggi dan/atau yang berbiaya besar hanya
dapat dilakukan oleh badan usaha yang berbentuk perseroan terbatas atau
badan usaha asing yang dipersamakan.
Perizinan Bagi Penyedia Jasa Konstruksi
Penyedia jasa konstruksi yang berbentuk
badan usaha harus (i) memenuhi ketentuan perizinan usaha di bidang jasa
konstruksi dan (ii) memiliki sertifikat, klasifikasi, dan kualifikasi
perusahaan jasa konstruksi. Standar klasifikasi dan kualifikasi keahlian
kerja adalah pengakuan tingkat keahlian kerja setiap badan usaha baik
nasional maupun asing yang bekerja di bidang usaha jasa konstruksi.
Pengakuan tersebut diperoleh melalui ujian yang dilakukan oleh
badan/lembaga yang bertugas untuk melaksanakan tugas-tugas tersebut.
Proses untuk mendapatkan pengakuan tersebut dilakukan melalui kegiatan
registrasi, yang meliputi klasifikasi, kualifikasi, dan sertifikasi.
Dengan demikian, hanya badan usaha yang memiliki sertifikat tersebut
yang diizinkan untuk bekerja di bidang usaha jasa konstruksi.
Berkenaan dengan izin usaha jasa
konstruksi, telah diatur lebih lanjut dalam Pasal 14 Peraturan
Pemerintah Nomor 28 Tahun 2000 tentang Usaha dan Peran Masyarakat Jasa
Konstruksi (PP 28/2000) jo. Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2010 tentang Perubahan atas PP 28/2000 (PP 4/2010)
dan Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah Nomor
369/KPTS/M/2001 tentang Pedoman Pemberian Izin Usaha Jasa Konstruksi
Nasional.
Pengikatan Suatu Pekerjaan Konstruksi
Pengikatan dalam hubungan kerja jasa
konstruksi dilakukan berdasarkan prinsip persaingan yang sehat melalui
pemilihan penyedia jasa dengan cara pelelangan umum atau terbatas, dan
dalam keadaan tertentu, penetapan penyedia jasa dapat dilakukan dengan
cara pemilihan langsung atau penunjukkan langsung. Pemilihan penyedia
jasa harus mempertimbangkan kesesuaian bidang, keseimbangan antara
kemampuan dan beban kerja, serta kinerja penyedia jasa. Badan-badan
usaha yang dimilki oleh satu atau kelompok orang yang sama atau berada
pada kepengurusan yang sama tidak boleh mengikuti pelelangan untuk satu
pekerjaan konstruksi secara bersamaan. Berkenaan dengan tata cara
pemilihan penyedia jasa ini, telah diatur lebih lanjut dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 29 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi (PP 29/2000) jo. Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 2010 tentang Perubahan atas PP 29/2000.
Kontrak Kerja Konstruksi
Pengaturan hubungan kerja konstruksi
antara pengguna jasa dan penyedia jasa harus dituangkan dalam kontrak
kerja konstruksi. Suatu kontrak kerja konstruksi dibuat dalam bahasa
Indonesia dan dalam hal kontrak kerja konstruksi dengan pihak asing,
maka dibuat dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris.
Suatu kontrak kerja konstruksi
sekurang-kurangnya harus mencakup uraian mengenai (i) para pihak; (ii)
rumusan pekerjaan; (iii) masa pertanggungan dan/atau pemeliharaan; (iv)
tenaga ahli; (v) hak dan kewajiban para pihak; (vi) tata cara
pembayaran; (vii) cidera janji; (viii) penyelesaian perselisihan; (ix)
pemutusan kontrak kerja konstruksi; (x) keadaan memaksa (force majeure);
(xi) kegagalan bangunan; (xii) perlindungan pekerja; (xiii) aspek
lingkungan. Sehubungan dengan kontrak kerja konstruksi untuk pekerjaan
perencanaan, harus memuat ketentuan tentang hak atas kekayaan
intelektual.
Uraian mengenai rumusan pekerjaan
meliputi lingkup kerja, nilai pekerjaan, dan batasan waktu pelaksanaan.
Rincian lingkup kerja ini meliputi (a) volume pekerjaan, yakni besaran
pekerjaan yang harus dilaksanakan; (b) persyaratan administrasi, yakni
prosedur yang harus dipenuhi oleh para pihak dalam mengadakan interaksi;
(c) persyaratan teknik, yakni ketentuan keteknikan yang wajib dipenuhi
oleh penyedia jasa; (d) pertanggungan atau jaminan yang merupakan bentuk
perlindungan antara lain untuk pelaksanaan pekerjaan, penerimaan uang
muka, kecelakaan bagi tenaga kerja dan masyarakat; (e) laporan hasil
pekerjaan konstruksi, yakni hasil kemajuan pekerjaan yang dituangkan
dalam bentuk dokumen tertulis. Sedangkan, nilai pekerjaan yakni mencakup
jumlah besaran biaya yang akan diterima oleh penyedia jasa untuk
pelaksanaan keseluruhan lingkup pekerjaan. Batasan waktu pelaksanaan
adalah jangka waktu untuk menyelesaikan keseluruhan lingkup pekerjaan
termasuk masa pemeliharaan.
Peran Masyarakat dan Masyarakat Jasa Konstruksi
Masyarakat juga memiliki peran dalam
suatu penyelenggaraan pekerjaan jasa konstruksi, diantaranya untuk (i)
melakukan pengawasan untuk mewujudkan tertib pelaksanaan jasa
konstruksi; (ii) memperoleh penggantian yang layak atas kerugian yang
dialami secara langsung sebagai akibat penyelenggaraan konstruksi; (iii)
menjaga ketertiban dan memenuhi ketentuan yang berlaku di bidang
pelaksanaan jasa konstruksi; (iv) turut mencegah terjadinya pekerjaan
konstruksi yang membahayakan kepentingan umum.
Masyarakat jasa konstruksi merupakan
bagian dari masyarakat yang mempunyai kepentingan dan/atau kegiatan yang
berhubungan dengan usaha dan pekerjaan jasa konstruksi. Masyarakat jasa
konstruksi ini diselenggarakan melalui suatu forum jasa konstruksi yang
dilakukan oleh suatu lembaga yang independen dan mandiri. Forum ini
bersifat mandiri dan memiliki serta menjunjung tinggi kode etik profesi.
Peran masyarakat jasa konstruksi ini diatur lebih lanjut dalam PP
4/2010.
Peran Pemerintah
Pemerintah juga memiliki peran dalam
penyelenggaraan suatu jasa konstruksi, yaitu melakukan pembinaan jasa
konstruksi dalam bentuk pengaturan, pemberdayaan, dan pengawasan.
Pengaturan yang dimaksud dilakukan dengan menerbitkan peraturan
perundang-undangan dan standar-standar teknis. Sedangkan pemberdayaan
dilakukan terhadap usaha jasa konstruksi dan masyarakat untuk
menumbuhkembangkan kesadaran akan hak, kewajiban, dan perannya dalam
pelaksanaan jasa konstruksi. Selanjutnya, mengenai pengawasan, dilakukan
terhadap penyelenggaraan pekerjaan konstruksi untuk menjamin
terwujudnya ketertiban jasa konstruksi sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Pembinaan ini dapat dilakukan
bersama-sama dengan masyarakat jasa konstruksi. Pembinaan jasa
konstruksi ini diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah Nomor 30
Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Pembinaan Jasa Konstruksi.
Gugatan Masyarakat
Dalam suatu penyelenggaraan usaha jasa
konstruksi, terdapat kemungkinan bahwa masyarakat mengalami kerugian
sebagai akibat dari penyelenggaraan pekerjaan konstruksi tersebut.
Karena itulah, masyarakat memiliki hak mengajukan gugatan perwakilan.
Yang dimaksud dengan hak mengajukan gugatan perwakilan adalah hak
kelompok kecil masyarakat untuk bertindak mewakili masyarakat dalam
jumlah besar yang dirugikan atas dasar kesamaan permasalahan, faktor
hukum dan ketentuan yang ditimbulkan karena kerugian atau gangguan
sebagai akibat dari kegiatan penyelenggaraan pekerjaan konstruksi.
Sanksi
Sanksi administratif yang dapat
dikenakan atas pelanggaran UU Jasa Konstruksi adalah berupa (i)
peringatan tertulis; (ii) penghentian sementara pekerjaan konstruksi;
(iii) pembatasan kegiatan usaha dan/atau profesi; (iv) larangan
sementara penggunaan hasil pekerjaan konstruksi (khusus bagi pengguna
jasa); (v) pembekuan izin usaha dan/atau profesi; dan (vi) pencabutan
izin usaha dan/atau profesi. Selain sanksi administratif tersebut,
penyelenggara pekerjaan konstruksi dapat dikenakan denda paling banyak
sebesar 10% (sepuluh per seratus) dari nilai kontrak atau pidana penjara
paling lama 5 (lima) tahun.
Helen Taurusia, S.H
Dengan Hormat,
BalasHapusPerkenankan Kami dari PT. BINAMITRA MANDIRI SOLUSION, Bermaksut menawarkan kerjasama dalam penerbitan Surety Bond & Bank Garansi tanpa agunan, di mana Bank Garansi dan Asuransi yang kami tawarkan telah di terima di instansi Pemerintah maupun instansi Swasta.
Demikianlah penawaran ini kami sampaikan, besar harapan kami apabila perusahaan kami diberi kesempatan untuk menjalin kerjasama dengan perusahaan yang bapak pimpin,atas perhatiannya kami ucapkan terimaksih.
Best Regards,
Muhamad Dirga
Manager Marketing & Pemasaran
PT. BINAMITRA MANDIRI SOLUSION
Jl. Kayu Manis II, Blok 2 No.37 A, Matraman Jakarta Timur
Jakarta 10340, Indonesia
Office : (+62) 21-8591 4350, 8591 4351
Fax : (+62) 21-8591 4353
Email : dirga.ptbms@gmail.com
Phone : (+62) 812-856-6664